Marak Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan, Paroki Katedral Adakan Pendidikan Anti-Kekerasan

Diskusi segar seputar Ajaran Sosial Gereja (ASG), isu-isu kekerasan terhadap perempuan (KDRT), kekerasan seksual, positivisme hukum dan tentang dunia anak yang semakin rentan mengalami perlakuan diskriminatif menjadi pergumulan bersama peserta sosialisasi yang digelar DPP Katedral Ruteng. Kegiatan ini diapresiasi banyak kalangan sebagai upaya perbaikan di tengah banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di tanah Nuca Lale.

Para pemateri (dari kanan) Dr. Adi Nggoro, Sr. Herdiana Randut dan moderator, Aloysius Jebarut saat Sosialisasi ASG, Kesetaraan Gender dan Hak Anak di Aula St. Yosep-Katedral, Sabtu, 14 Juni 2025. (Foto : KOMSOS PKR)

KATEDRALRUTENG.ORG – Seksi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan atau Justice, Peace and Integrity Creation (JPIC) DPP Santa Maria Diangkat ke Surga-Santu Yosep Katedral menggelar kegiatan Seminar Sehari Sosialisasi  “Ajaran Sosial Gereja, Kesetaraan Gender dan Hak-Hak Dasar Anak” di Aula Santu Yosep, kompleks Gereja Katedral, Sabtu, 14 Juni 2025. Acara ini dipandu oleh Laurens Jelinus, anggota DKP Katedral dan dimoderatori Aloysius Jebarut, Kadis Pariwisata Kabupaten Manggarai.

 

Ketua Seksi JPIC DPP Katedral yang menjadi Ketua Panitia kegiatan, Yosef Putra Paskalis disapa Jossy, kepada KATEDRALRUTENG.ORG menjelaskan, kegiatan ini diadakan untuk membagi pengetahuan dan informasi tentang ajaran-ajaran sosial Gereja, kesetaraan gender dan hak anak yang harus dilindungi, sehingga setiap orang tidak hanya sebatas mendengar dan mengetahuinya tapi juga bisa mengimplementasikannya dengan serius dan menjadi “perpanjangan tangan” dalam dalam karya dan upaya membangun bonum commune.

Ketua pelaksana Dewan Pastoral (DPP) Katedral Ruteng, Simon Manggu saat menyampaikan sambutan membuka acara Seminar Sehari Sosialisasi Ajaran Sosial Gereja, Kesetaraan Gender dan Hak-Hak Dasar Anak di Aula Santu Yosep kompleks Gereja Katedral Ruteng, Sabtu, 14 Juni 2025. Ia mengatakan kegiatan DPP yang sudah terprogram baik ini penting karena adanya situasi konkrit umat dan menjadi tantangan pastoral. (Foto : KOMSOS PKR)

 

“Peserta yang mengikuti acara ini juga dipesankan secara khusus agar apa yang didapatkan dalam kegiatan ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menjadi “corong” agar anak-anak dan kaum hawa dilindungi baik oleh negara maupun komunitas-komunitas hidup di mana mereka berada. Ini program rutin yang setiap tahun kami adakan dengan format jangkauan berbeda yang didanai Paroki Katedral. Terima kasih untuk Pastor Paroki, Pastor Rekan dan DPP-DKP,” kata Jossy.

 

Sejumlah narasumber yang berkompeten dihadirkan, seperti Dr. Adrianus Marselinus Nggoro, SH, M.Pd ahli hukum dan budayawan, Sr. Herdiana Randut, SSpS yang merupakan aktivis feminisme dan Koordiantor Puan Flores Bicara yang konsen memperjuangkan hak-hak perempuan. Kegiatan ini dihadiri pula Ketua Pelaksana DPP Katedral, Simon Manggu, para pengurus DPP dan DKP, utusan Wilayah dan KBG, pelajar SMA, tokoh-tokoh umat, pengurus WKRI. Peserta yang hadir pun berkomitmen menyebarluaskan sejumlah poin penting sosialisasi ini dan mewujudkan tekad agar anak-anak dilindungi penuh dan perempuan harus diperlakukan sama dengan laki-laki.

Ketua Seksi JPIC DPP Katedral Ruteng, Yosef Putra Paskalis (berdiri) saat menyampaikan sumbang-sarannya pada sesi diskusi acara Seminar Sehari Sosialisasi ASG, Kesetaraan Gender dan Hak-Hak Anak yang digelar di Aula Santu Yosep kompleks Gereja Katedral Ruteng, Sabtu, 14 Juni 2025. (Foto : KOMSOS PKR)

 

Guna memperkuat kemitraan kerja tersebut, Seksi JPIC DPP Katedral juga sejak lama telah membuka pelayanan bantuan konsultasi dan pendampingan hukum gratis kepada umat bermasalah hukum yang dilakukan langsung oleh Kantor Advokat Yosep Putra Man, SH and Partners. Berkoordinasi dengan Komisi JPIC Keuskupan Ruteng, mereka kerap mendampingi para perempuan korban KDRT dan anak-anak korban kekerasan dalam berbagai bentuknya.

 

Salah seorang narasumber dalam kegiatan ini, Dr. Adrianus Marselinus Nggoro, SH, disapa Adi yang berprofesi dosen di Unika St. Paulus Ruteng dan budayawan yang menekuni hukum adat dalam kaitan dengan filsafat Pancasila sebagai budaya bangsa, membawakan materi berjudul “Pengakuan dan Perlindungan Negara atas Hak-hak Dasar Anak.” Ia memaparkan, bahwa negara mengakui dan melindungi anak, baik anak yang mempunyai maupun yang tidak mempunyai orang tua dan tidak membeda-bedakan mereka baik latar belakang status maupun identitas.

 

“Penting untuk tidak membeda-bedakan anak dan selalu memberi pelayanan yang terbaik kepada anak sesuai dengan hak-hak dasarnya baik oleh negara, masyarakat, swasta, lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga keagamaan yang ada. Saat ini sedang ada dominasi hukum positif (positivisme hukum) dan itu berdampak kepada dunia pendidikan, keluarga dan budaya. Segala kasus harus diarahkan penyelesaiannya secara hukum positif atau undang-undang. Padahal peristiwa hukum itu sebenarnya luas. Kita harus perhatikan kembali apa yang disebut living law (hukum yang hidup) seperti norma adat-istiadat, keagamaan yang dipegang,“ kata Adi.

Sejumlah peserta yang mewakili peserta lainnya saat berfoto bersama dengan para pemateri (narasumber) dan panitia kegiatan Seminar Sehari Sosialisasi ASG, Kesetaraan Gender dan Hak-Hak Dasar Anak yang diselenggarakan oleh DPP Katedral Ruteng di Aula Santu Yosep, Sabtu, 14 Juni 2025. Mereka berkomitmen melanjutkan kerja-kerja membangun jejaring perlindungan terhadap anak dan perempuan. (Foto : KOMSOS PKR)


 

Alumus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ini mencontohkan, dalam banyak kasus kekerasan guru terhadap murid yang terjadi di sekolah-sekolah sering endingnya dibawa ke ranah hukum karena isunya adalah kekerasan, padahal kekerasan harus ada panduan hukumnya, sejauh mana yang disebut kekerasan, ada kekerasan (mumukul) yang bersifat edukatif. “Harus ada panduan, indikatornya, supaya norma-norma hukum ditelaah baik. Jangan melemahkan dunia pendidikan kita atau peran guru dengan salah kaparah yang berujung kekaburan penyelesaian kasus seperti itu,” ucapnya.

 

Ia manambahkan, di era digital ini harus ada pelayanan terbuka (inklusif) bagi semua anak agar mereka bisa betul-betul terlayani dalam pemenuhan hak-hak dasarnya, seperti pendidikan, termasuk pelayanan beasiswa dan juga kebutuhan sandang-pangan. Dalam dunia pendidikan, negara harus bisa membuka keran pelayanan yang lebih terbuka dan efektif, misalnya, bekerja sama dengan lembaga keagamaan karena di lembaga keagamaan “ruang perjumpaan” ada dan lebih mudah dilakukan pelayanan yang menjangkau berbagai bidang kehidupan. (Jimmy Carvallo)

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
LINK TERKAIT